Selasa, 21 Juni 2011

Ya Allah...

Ya Allah, pada malam yang hening dan dingin ini izinkanlah aku untuk membayangkan dan merenung, bagaiman penderitaan saudara – saudara seislamku yang ada dibelahan bumi yang lain sampai saat ini masih tertindas dan terjajah. Hidup tidak tenang dalam konflik senjata yang berkepanjangan, hingga saat ini belum berakhir. Desingan peluru menjadi makanan sehari – hari. Siang malam resah karena terancam nyawa. Setiap hari ruh melayang dan jasad kaku bergelimpangan. Tangisan pilu masih terdengar sampai saat ini.

Ya Allah, kini negeri para Nabi telah ternodai oleh tangan – tangan durjana para manusia laknat. Masjid peninggalan Abul Anbiya kini hampir runtuh karena penggalian pondasi masjidnya. Berbagai distori telah dibuat oleh para manusia laknat, agar ada pembenaran dari perbuatan mereka. Sebagian dindingnya kini menjadi ratapan, bahkan para manusia laknat itu berencana membuat Kuil Sulaiman yang akan menggantikan kokohnya Al Quds. Jangan sampai terjadi ya Allah.

Ya Allah, ketika aku melihat foto – foto pembantaian yang dilakukan para manusia laknat, hati seperti teriris – iris oleh pedang. Tubuh – tubuh manusia yang utuh, menjadi hancur berkeping – keping. Orang – orang yang fisiknya normal, kini harus cacat seumur hidup. Anak – anak yang tadinya masih mempunyai kedua orang tua, kini harus menjadi yatim atau menjadi piatu atau bahkan menjadi yatim piatu. Para istri ditinggal syahid suaminya, dan kini menjadi janda serta harus kehilangan anak – anaknya yang masih kecil.

Ya Allah, anak – anak yang masih usia sekolah ketika belajar harus di pinggir jalan karena sekolah mereka hancur, dalam keadaan seperti itu masih ditodong oleh senjata. Saat waktu shalat tiba, shalat mereka juga masih ditodong senjata. Pengungsian yang mereka kira aman untuk ditempati, ternyata menjadi sasaran bom dari manusia terlaknat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup serba susah, karena satu negara sudah terisolir oleh manusia – manusia laknat. Bantuan dari saudara – saudara Muslim dari berbagai dunia tidak bisa masuk. Walau kondisi mereka seperti itu, mereka tidak ada dan tidak pernah mengemis meski satu keping logam mata uang terkecil di dunia.

Ya Allah, izinkan aku untuk berandai – andai, kali ini saja ya Allah. Jika ibu kota negara Indonesia kondisinya seperti yang ada di Palestina, apakah para pemudanya mampu melawan?? Karena para pemudanya kebanyakan sudah terlalaikan oleh dunia. Hidup glamor, hedon, berfoya – foya dan menjadikan Islam sebagai identitas, bukan ajaran hidup. Apakah anak – anak kecil di sini bisa sekuat anak – anak yang ada di Palestina?? Sebab, anak – anak di tanah air ini sudah dimanjakan oleh para orang tua mereka yang belum kaffah memahami Islam.

Ya Allah, jika aku seperti wanita – wanita di Palestina apakah aku mampu dan rela saat melepas pergi orang – orang tercinta pergi berjihad di jalanMu untuk melawan manusia laknat?? Terlebih jika mereka syahid. Apakah aku setegar Khansa “Ummu Syuhada” yang telah kehilangan empat orang anaknya syahid di jalanMu dalam waktu yang sama?? Apakah aku siap melepas kepergian suami untuk berjihad di jalanMu kemudian dia syahid, meskipun ijab qabul baru terucap belum ada satu hari??

Ya Allah, jika aku seperti wanita – wanita tangguh seperti yang ada di Palestina, apakah aku siap mengangkat senjata untuk membantu melawan para manusia terlaknat itu?? Tidak hanya itu, apakah aku siap mati sewaktu – waktu?? Jangankan mengangkat senjata, membantu mengobati para korban berjatuhan dengan kondisi yang mengenaskan, apakah aku bisa melakukan itu?? Wanita – wanita seperti itu tidak ada kata manja, malas dan bersantai – santai. Wanita – wanita seperti itu adalah wanita – wanita yang tangguh, bukan wanita – wanita yang lemah.

Ya Allah, janjiMu adalah pasti, baik cepat atau lambat. Bantulah saudara – saudaraku yang ada di sana dalam berjuang dalam melawan para manusia laknat. Aku di sini hanya bisa berdoa dan membatu semampuku walau hanya dengan mengumpulkan kepingan rupiah. Semoga suatu hari, aku bisa shalat di Masjidil Aqsha bersama para saudara seislam. Amin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar