Rabu, 30 Januari 2019

Awal Mula Agama Kristen

Yesus alias Nabi Isa as. merupakan nabi yang diturunkan Allah kepada Bani Israil. Tugasnya adalah untuk menyelamatkan Bani Israil dari kesesatan yang telah lama dilakukan kaum tersebut. Allah SWT masih menyayangi kaum Musa as. ini dan menurunkan satu nabi lagi khusus untuk mereka. Nabi Isa as. mengaku jika dirinya diutus Allah hanya untuk kaumnya saja, Bani Israil, dan bukan untuk umat manusia seluruh dunia.

Di dalam Injil sendiri ada peristiwa di mana Yesus menolak seorang wanita Kanaan (Palestina) yang meminta anaknya disembuhkan dari kemasukan setan,Yesus menolak dan mengatakan, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Matius 15 :24). Yesus sendiri menolong perempuan itu juga, namun tidak menyuruh perempuan itu untuk ‘pindah keyakinan’. Penegasan itu juga nampak dari pesan Yesus kepada para muridnya yang mewantiwanti mereka untuk tidak menyebarkan ajarannya kepada orang selain dari Bani Israil.

Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Matius 10:5-6)
Telah jelas bahwa Yesus menegaskan dirinya hanya untuk Bani Israil. Namun para misionaris mengklaim bahwa hal itu hanya berlaku sebelum kebangkitan. Setelah dibangkitkan maka misinya untuk umat manusia seluruh dunia. Perubahan mendasar ini berangkat dari ajaran Paulus, seorang Yahudi dari Tarsus yang mengaku-aku sebagai murid Yesus.

Laksamana Keumalahayati (1585-1604)

1. Riwayat Hidup
Laksamana Keumalahayati merupakan wanita pertama di dunia yang pernah menjadi seorang laksamana. Ia lahir pada masa kejayaan Aceh, tepatnya pada akhir abad ke-XV. Berdasarkan bukti sejarah (manuskrip) yang tersimpan di University Kebangsaan Malaysia dan berangka tahun 1254 H atau sekitar tahun 1875 M, Keumalahayati berasal dari keluarga bangsawan Aceh. Belum ditemukan catatan sejarah secara pasti yang menyebutkan kapan tahun kelahiran dan tahun kematiannya. Diperkirakan, masa hidupnya sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI.

Laksamana Keumalahayati adalah putri dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam sekitar tahun 1530-1539 M. Sultan Salahuddin Syah merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam.

Jika dilihat dari silsilah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Laksamana Keumalahayati merupakan keturunan darah biru atau keluarga bangsawan keraton. Ayah dan kakeknya pernah menjadi laksamana angkatan laut. Jiwa bahari yang dimiliki ayah dan kakeknya tersebut kelak berpengaruh besar terhadap kepribadiannya. Meski sebagai seorang wanita, ia tetap ingin menjadi seorang pelaut yang gagah berani seperti ayah dan kakeknya tersebut.

أخي أنت حرٌ

أخي أنت حرٌ وراء السدود
  أخي أنت حرٌ بتلك القيود
إذا كنت بالله مستعصما
  فماذا يضيرك كيد العبيد

خي هل تُراك سئمت الكفاح
  وألقيت عن كاهليك السلاح
فمن للضحايا يواسي الجراح
  ويرفع راياتها من جديد

Senin, 28 Januari 2019

Sharing Panahan Ajah

Assalamu'alaikum wr wb....

Kali ini saya ingin menulis tentang panahan nih. Awalan ini saya ingin berbagi aja deh. Pertama seneng panahan waktu masih mengajar di SD SC, Serpong. Kebetulan waktu itu lagi nggak ada rapat guru. Ya udah, akhirnya nimbrung di ekskul panahan anak-anak. Sekali dua kali coba, kok seru ya. Penasaran juga, kok gak kena mulu kuningnya. Hahahaha... Dan nggak terasa sering kejepret string. Baru sadar udah di rumah. Jepretannya sampe ungu. Dua minggu baru hilang bekasnya.

Nah, kebetulan banget temen saya lagi cari peserta panahan kelas akhwat, dan coach-nya juga alhamdulillah akhwat. Akhirnya ikutlah tuh, walau latihannya sebulan cuma 2x dan durasi latihan dua jam. pembayaran dua ratus ribu per bulan. Empat bulan belajar 5 meter. Selama empat bulan itu, banyak yang harus diperbaiki, terutama teknik dan posisi badan saat narik busurnya. Maklum, pertama ya kan. Posisi badan suka-suka, dan miring-miring. Hahahaha... Akhinya bisa juga grouping di kuning, mundurlah tuh 10 meter.

Masuklah saya ke klub panahan yang pertama. Kurang lebih satu tahun lebih jadi coach di klub itu. Ketika belum lama masuk klub itu, dijorok-jorokin tuh ikut SKM level satu 10 meter dengan skor minimal 150 poin. Bilangnya WAJIB sama Bu Head Coach. Ikutlah saya tanpa persiapan. Dua rambahan pertama miss semua! Kaga ada yang nancep di target. Hahahaha... Udah deg-degan aja, khwatir kaga lulus level satu. Pas break ISHOMA, makannya ngebut, biar bisa latihan bentar. Selesai ISHOMA, dilanjutkan dah tuh, 3x10 rambahan. Dan nilai akhirnya nyaris mepet, cuma 180 poin. Hahahaha... Depan saya lanang semua yang udah pada kece dan lengkap peralatannya.

Kamis, 24 Januari 2019

CERPEN : MEDALI CINTA SANG ARJUNA


“Duuuuh...!! Markas LDK pindah segala! Masih banyak barang-barang inventaris yang belum diangkut”, keluhku sambil membawa beberapa kardus. Tumpukan kardus sampai menutupi pandanganku. Samar-samar kulihat ada cowok berbadan gemuk, mata sipit, berkulit putih, tinggi, dan berkacamata. Dia jalan terburu-buru dari arah berlawanan sambil membaca sesuatu dari ponselnya, sesekali mengetik. Dia sama sekali tidak melihat apa yang ada di depannya. Tiba-tiba dia menabrakku yang sedang kerepotan membawa tumpukan kardus. Braakk...!!
            “Astaghfirullah...!!,” spontan  saja beristighfar. Aku terjatuh. Barang-barang yang ku bawa beratakan. Ada yang isinya berhamburan
            “Kamu nggak papa? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya buru-buru mau ke kelas. Ada jam kuliah,” dia minta maaf sambil membantuku merapikan barang-barang yang berantakan.
            “Makanya, hati-hati dong! Jangan handphone terus! Mata udah empat juga!,” balasku dengan nada kesal.
            “Iya, maaf ya. Sekali lagi saya mohon maaf,” dia mencoba menghiba maaf dariku.
            “Iya! Saya maafin! Lain kali hati-hati!,” aku masih kesal.
            Sesampainya di sekretariat yang baru, aku mengecek kembali barang-barangnya. Khawatir ada yang kurang. Dan ternyata benar, ada satu map yang tertinggal. Tapi aku tidak tahu, arsip apa yang tertinggal.

***

            Sore pun tiba. Matahari sudah di ujung peraduan. Langit biru mulai berubah menjadi jingga. Azan akan berkumandang dalam hitungan menit, yang akan membelah suasana hiruk-pikuk kota Jakarta. Aku masih di sekretariat LDK yang baru, yang letaknya tidak jauh dari kampus. Kondisi tempat ini masih berantakan, karena baru proses pemindahan barang. Besok pasti akan ada kerja bakti untuk merapikan tempat ini.
            Sepertinya tidak ada waktu untuk menunaikan shalat di rumah, terpaksa shalat maghrib di masjid yang kudapati di inggir jalan. Setelah shalat maghrib, aku langsung pulang. Sepanjang perjalanan, aku mengendarai motorku dengan perlahan. Efek lelah. Saat tiba di rumah, aku mandi dan wudhu untuk bersiap shalat isya.
            “Masya Allah... Lelah sekali hari ini. Ditambah pinggangku sakit karena terjatuh tadi,” gumamku.
            Malam seperti berlari, tanpa terasa subuh menjelang. Aku hampir tidak terdengar azan dari masjid depan rumah. Bisanya, suara sedikit saja dari masjid aku langsung terbangun. Tapi kali ini berbeda. Mungkin syaithon yang terkutuk telah menutup telingaku, karena kelelahan kemarin sore. Oh, tidak.
            “Lisa! Bangun, Lisa! Sudah setengah enam pagi. Kamu tidak berangkat ke kampus hari ini?” ayahku membangunkanku. Aku kaget. Bukan kaget karena dibangunkan, namun karena terlewat subuh.
            “Astaghfirullah! Bablas deh subuhnya! Kenapa Ayah tidak membangunkankunwaktu subuh?!” pastilah aku merasa kesal, sekaligus menyesal bangun kesiangan.
            “Ayah nggak tega bangunin kamu.sepertinya kamu kelelahan kemarin sore,” balas ayahku.
            “Ah, Ayah!,” singkat. Dengan nada kesal. Tanpa basa-basi aku langsung mengambil handuk dan mandi.
            Setelah rapi, langsung berangkat ke kampus. Kali ini agak terburu-buru untuk mengejar jam kuliah pagi, agar tidak terlambat masuk kelas. Dosennya agak killer. Telat tiga menit saja langsung tidak boleh masuk kelas, mengikuti kuliahnya. Harus di luar ruangan sampai jamkuliahnya selesai. Itulah dosen mata kuliah Linguistik.
***
            Inilah mata kuliah yang aku tidak suka, Statistik. Yang aku tidak suka karena mata kuliah ini penuh dengan hitung-hitungan. Itulah mengapa aku memilih Bahasa dan Satra Indonesia. Untuk menghindarai hitung-hitungan. Aku juga bertanya-tanya, kenapa harus bertemu Statistik? Aku sama sekali tidak mengerti mata kuliahnya. Hampir setiap tugas jmata kuliah ini, aku sampai bertanya pada temanku di program studi Matematika. Kalau tidak, tamatlah riwayat nilai mata kuliah ini. Aku tidak ingin mengulang mata kuliah ini satu semester.
            Dua SKS, terasa lama. Waktu berjalan seperti siput. Ingin rasanya segera berakhir. Percuma dosennya menerangkan secara rinci, tapi aku sama sekali tidak mengerti. Berpikir keras untuk memahami, bisa-bisa otakku sariawan.
            Setelah selesai kuliah ini, aku segera berkumpul dengan teman-teman LDK untuk kerja bakti merapikan sekretariat yang baru. Sekretariat kami kali ini agak besar, bahkan ada skat tembok yang berfungsi sebagai hijab antara laki-laki dan perempuan jika sedang ada rapat. Di tengah kami membereskan kantor, ada seseorang yang datang mengembalikan barang milik LDK. Aku mengintip orang itu, ternyata orang yang pernah menabrakku waktu memindahkan barang-barang.
            “Assalamu’alaikum...,” orang itu mengucap salam.
            “Wa’alaikumsalam warahmatullah...,” jawab seorang ikhwan yang sedang merapikan bagian depan.
            “Maaf, apa betul ini sekretariat LDK yang baru?,” tanya orang itu.
            “Betul, Mas. Ada apa ya?”,
            “Saya ingin mengembalikan ini”, orang itu menyodorkan sebuah plastik folder untuk arsip penting. Aku kaget, pantas saja kemarin ada yang kurang. Ternyata benar, ada yang tertinggal waktu aku terjatuh karena tertabrak olehnya. “Saya menemukan ini di lorong lantai dua. Sepertinya ini milik LDK yang terjatuh”, lanjutnya.
            “Oh, begitu. Terima kasih ya. Maaf, Mas dengan siapa?” tanya ikhwan itu.
            “Saya Abdullah. Kalau begitu, saya permisi dulu,” orang itu pamit.
            “Apa tidak masuk dulu. Sekedar minum teh,” ikhwan itu menawarkan untuk bertamu dulu pada orang itu.
            “Nggak, Mas. Saya buru-buru. Ada urusan. Permisi. Assalamu’alaikum,” orang itu langsung pergi meninggal tempat.
            “Wa’alaikumsalam warahmatullah...,” kami menjawab salamnya
            “Oo... Namanya Abdullah...,” gumamku dalam hati.
            “Dor! Ngelamun aja! Lihat apa sih? Jangan-jangan kamu suka yaaa sama orang yang tadi?”, Nisa mengagetkaku. Membuyarkan lamunan tentang orang tadi.
            “Ish! Apaan sih! Kenal junga nggak sama orang tadi,” ketusku.
            “Ah, masa’. Jangan gitu, nanti lama-lama kamu bisa suka lhooo...,” Nisa tambah meledekku ditambah mencubit pipi. Suasana hening sejenak
            “Asal kamu tahu aja ya, Lis. Orang yang tadi itu atlet panahan lho. Jago panahan, andalan kampus kalo ada kompetisi. Pasti masuk tiga besar. Denger-denger mau dimasukkan ke tim nasional,” celetuk Lastri yang memecah keheningan.
            “Dari program studi apa, Las?,” tanya Nisa.
            “Ya dari Pendidikan Olahraga lah, Nis! Kalo dari FISIP nggak mungkin. Apalagi Teknik,” jawab Lastri.
            “Eh... Tapi kalo diperhatiin, orang tadi tuh mukanya lucu. Kayak muka masih bocah. Chubby banget,” kata Nisa sambil menahan tawa.
            “Woy! Istighfar!,” nadaku agak sedikit dinaikkan karena obrolan mereka.
            Selesai kerja bakti hari ini. Aku segera pulang dan istirahat sore.

***
            Hari ini aku membawa beberapa makalah. Ada satu makalah yang baru aku selesaikan semalam sampai dini hari. Paginya, ngantuk tidak dapat dihindari. Selama diperjalanan aku terus menguap, dan hampir saja terjatuh karena tida bisa menghindar kendaraan yang lewat. Untuk menghindari bahaya, aku berhenti sejenak di mini market untuk membeli beberapa camilan, minuman ringan, dan kopi kemasan botol agar mengantukku hilang. Tanpa sengaja, aku bertemua orang yang pernah menabrakku saat mengantre di kasir. Dia berbalik setelah transaksi. Dia mentapku tanpa sepatah kata dari mulutnya. Barangkali dia segan untuk menyapa dengan wanita yang berkerudung panjang sepertiku. Aku hanya menunduk untuk menghindari tatapannya.
            Selesai keperluanku di mini market. Kulanjutkan perjalanan, agak dipercepat. Semoga saja tidak terlambat masuk kelas. Di perempatan agak macet, karena lampu merahnya mati. Syukurlah, ada polantas yang mengatur agar kemacetan terurai.

***
            Tiba-tiba ketua LDK mengadakan rapat dadakan. Semua anggota pasti bertanya-tanya ada apa gerangan? Kami pikir akan ada sesuatu yang penting untuk disampaikan dan didiskusikan. Tapi ternyata cuma menyampaikan rencana baru di luar program kerja yang sudah di buat sebelumnya.
            “Bagaimana, sudah berkumpul semua? Baiklah, kalau begitu kita mulai saja. Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,”  ketua kami, Umar, membuka forum rapat. Kami menjawab salam dilanjutkan mendengarkan tilawah dari salah satu anggota ikhwan.
            “Ane mohon maaf sebelumnya, karena mengumpulkan antum mendadak seperti ini. Ada hal yang mau ane samaikan pada antum bahwa ada teman kita dari Pendidikan Olahraga menawarkan untuk membuat klub panahan kampus. Sebelumnya beliau sudah menawarkan ke BEM fakultas dan BEM universitas, tapi tidak ada respon dari kedua lembaga tersebut. Nah, akhirnya beliau menemui waktu di masjid setelah zhuhur berjama’ah untuk menawarkan ini. Bagaimana menurut antum? Diterima atau tidak tawaran ini? Seperti yang sudah antum ketahui, bahwa memanah adalah olahraga sunnah. Mungkin karena hal itu, teman kita dari Pendidikan Olahraga ingin memulai klub panahan kampus dari Lembaga Dakwah Kampus atau LDK. Bagaimana pendapat antum? Diterima atau tidak?” Umar menjelaskan panjang lebar.
            “Ane setuju banget klub panahan diawali dari LDK. Malah menurut ane sebuah kehormatan bagi LDK. Tapi sebelumnya ane mau tanya nih, nanti pas latihan dikhususkan untuk ikhwan atau akhwat juga boleh berpartisipasi? Ane yakin akhwatnya banyak yang minat dengan olahraga sunnah ini”, respon Nisa.
            “Oke, ane tanyakan sekarang lewat telepon. Ane load speaker ya, biat antum juga dengar,” Umar menekan tuts keyboard ponselnya untuk menghubungi orang yang bersangkutan.
            Tuuut...Tuuut...Tuuut... Telepon terhubung. Kami hening sesaat untuk mendengarkan penjelasan orang itu.
            “Halo, assalamu’alaikum,” jawab orang itu di telepon.
            “Wa’alaikumsalam warahmatullah. Abdullah, saya Umar, dari LDK. Saya sudah bicarakan dengan teman-teman LDK. Mereka setuju banget. Tapi untuk latihan nanti, apa hanya laki-lakinya atau yang perempuan boleh berpartisipasi? Karena perempuannya banyak yang minat juga nih,” tanya Umar.
            “Alhamdulillah kalau perempuannya ada yang mau ikut. Tidak papa. Nanti latihannya kita atur. Kapan, jam berapa, dan tempatnya dimana. Karena panahan butuh tempat yang safety atau steril dari orang lalu-lalang. Kalo nggak safety, berbahaya,” jelasnya.
            “O iya, nanti yang perempuannya gimana Abdullah melathnya? Karena yang perempuan nggak bakal sentuhan tangan untuk memperbaiki jika ada yang salah,” Umar berhati-hati menjelaskan agar tidak tersinggung.
            “Kalo itu insya Allah saya paham. Kapan, jam berapa, dan dimananya saya tunggu info selanjutnya ya. Assalamu’alaikum,” orang itu mengakhirim pembicaraan telepon.
            “Wa’alaikumsalam warahmatullah...,” jawab kami.
            Aku mencoba berpikir hal lain. Mungkin inilah jalan dakwah yang lain selain mengadakan kajian rutin dan seminar. Jarang sekali ada klub panahan. Di sekitar rumahku tidak ada klub panahan. Teman-temanku juga berpikir sama sepertiku. Mungkin saja.

HUJAN

Ini bukan cerita panjang, bukan cerita pendek, bukan pula susunan sajak berima. Ini hanyalah sebuah pengalaman kecil perjalanan hidup seorang hamba yang dhoif.
Siang ini terasa redup. Matahari enggan menghangatkan bumi Tangerang. Di tengah perjalanan pulang, gerimis halus mulai jatuh ke bumi. Perlahan bebutiran hujan mengguyur. Kepanikan melanda, dan memutuskan untuk berteduh sejenak, menunggu redanya hujan.
Tak seperti yang dikira. Hujan semakin deras. Tumpah! Angin berhembus, rasa dingin semakin menusuk kulit hingga tembus ke tulang. Sekilas teringat si kecil yang sedang menunggu. "Maaf, Nak. Umma pulang terlambat," hanya bisa bergumam dan berdoa dalam hati.
Hanya bisa termenung menatap hujan yang belum kunjung reda. Tak peduli dengan orang sekitar. Sejenak terpesona dengan indahnya lompatan-lompatan butirannya di atas aspal. Perlahan menjadi titik-titk kecil. Di situ baru tersadar, bahwa hujan mulai reda. Dan melanjutkan perjalanan menuju rumah tercinta...


Ciledug, 21 Januari 2019
Keisengan di tengah dinginnya hujan.