Minggu, 27 Mei 2012

Menetapkan Pilihan...


Mungkin pembaca beranggapan bahwa tulisan ini merujuk pada dua pilihan untuk dijadikan pendamping hidup. Padahal, tulisan ini menetapkan pilihan dalam berbagai hal. Bukan hanya terpaku pada satu malasah : 2 orang laki-laki terbaik untuk dijadikan pendamping. Tulisan ini hanya mengungkapkan secangkir dari lautan hati seperti kaca ini yang sedang galau...

Ya... Setiap pilihan ada konsekuensinya. Ada resiko yang harus ditempuh. Misalnya, ketika menetapkan pilihan untuk mengulur waktu, resikonya adalah yang lain juga ikut terbengkalai. Atau mungkin karena tuntutan amanah pada suatu organisasi, sehingga yang jadi prioritas jadi terbengkalai. Kalau kata pemeran utama dalam fil Korea "Jewel In The Crown", keadaan kita sekarang ini adalah pilihan dan tidak ada nasib. Peran antagonis mengatakan bahwa kesengsaraan yang dialaminya sudah menjadi nasib, tapi benar juga. Antagonis dalam film itu menjadi sengsara pada akhirnya, karena itu pilihannya : menjadi jahat.

Kalau kata teman saya, jika ingin cepat lulus kuliah itu adalah pilihan. Kalau kuliah mulur, itu pun juga pilihan. Ingin cepat lulus, maka butuh pengorbanan yang lebih besar. Tidak hanya tenaga yang terkuras, pikiran dan hati juga akan terkuras, bahkan waktu juga menjadi korbannya.

Rabu, 18 April 2012

Penaklukan Panjang Konstantinopel

Sebuah ramalan Rasulullah menjadi pelecut motivasi yang hebat bagi kaum muslimin untuk membebaskan kota Konstantinopel. Sejatinya ramalan Rasulullah, tentu akan pasti terjadi. Beliau saw tidak bicara dengan nafsunya. Hanya saja redaksi dalam ramalan itu membuat pemimpin-pemimpin umat muslim termotivasi untuk ikut andil untuk merealisasikannya. Layaknya sebuah sayembara.

Hadits itu berbunyi seperti ini: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (H.R. Ahmad)

Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” (H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim)

Penaklukan ini sendiri terjadi 8 abad setelah Rasulullah meramalkannya.
Sejarah panjang gairah penaklukan kota strategis ini dimulai sejak seorang sahabat Rasulullah, Muawiyah r.a. mengusulkan kepada khalifah Utsman bin Affan r.a. untuk membentuk armada laut sebanyak 1600 kapal untuk mengamankan wilayah afrika Utara yang telah dikuasai kaum muslimin. Selain itu, angkatan laut ini juga diperlukan untuk berkonfrontasi terhadap kekutan Romawi yang wilayahnya berada pada tiga benua yang dibatasi oleh laut tengah dan laut mati. Penyerangan kepada ibukota Romawi, Konstantinopel, dari manapun arahnya harus melewati laut. Jadi angkatan laut ini sangat diperlukan.

Pada 650 Masehi, terjadi konfrontasi antara armada Islam yang dipimpin oleh Abdullah bin Abu Sarah melawan armada Romawi yang dipimpin Kaisar Konstantin II di Mount Phoenix. Armada Romawi mengalami kekalahan telak. Konon 20.000 orang pasukannya tewas. Pertempun ini sangat menentukan karena selangkah lagi kaum muslimin akan menghampiri ibukota Romawi. Dan pada 654 M, Utsman bin Affan mengirimkan Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. dengan pasukan yang besar untuk mengepung dan menaklukkan Konstantinopel. Tetapi sayang mereka pulang dengan tangan hampa disebabkan oleh kokohnya pertahanan Konstantinopel.

Selasa, 31 Januari 2012

Rahasia Parenting Nabi Ibrahim

Remaja itu masih berumur belasan tahun. Namun kepribadiannya telah matang. Dewasa. Jauh melampaui usia biologisnya.

Kedewasaan karakter itu tercermin dari logika keimanannya yang sempurna. Maka, begitu tahu bahwa penyembelihan dirinya adalah perintah Allah, ia menjawab dengan tenang: "Hai ayahku... kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (QS. Ash-Shaaffaat : 102)

Jika hari ini banyak orang tua yang mengeluhkan anaknya tidak berbakti pada mereka, Ibrahim bukan hanya mendapati Ismail berbakti. Lebih dari itu Ismail pada usia remaja telah membaktikan dirinya tanpa reserve kepada Dzat yang memerintahkan berbakti kepada orang tua. Meskipun nyawa sebagai taruhannya.

Kita mungkin beralasan, bahwa Ibrahim dan Ismail adalah nabi. Tak bisa disamakan dengan manusia biasa. Memang itu benar adanya. Akan tetapi, bukankah salah satu gelar yang dianugerahkan Allah kepada Ibrahim adalah uswatun hasanah? Maka, dalam dunia parenting pun Ibrahim mencatatkan keteladanan bagi umat manusia sesudahnya. Lalu, apa rahasia parenting nabi Ibrahim?