Sabtu, 22 Desember 2012

Di Balik Tanggal 25 Desember

Perayaan 25 Desember itu berasal dari perayaan kaum pagan Roma Kuno (Romana), bukan Yunani (Greek). Jerusalem dan sekitarnya di masa sebelum dan setelah Nabi Isa a.s lahir berada di bawah kekuasaan kerajaan Romawi.

Bangsa Romawi ketika itu memeluk agama pagan dengan memuja dewa-dewi yang jumlahnya sangat banyak dan terkenal sangat mengumbar kesenangan ragawi. Mereka menganggap raga yang sempurna, kecantikan lahiriah, sangat penting dan kenikmatan ragawi merupakan kenikmatan yang harus dikejar selama-lamanya. Sebab itu, lelaki Roma sangat gandrung pada olahraga yang bisa membentuk kekuatan fisik, memperbesar otot-otot badannya, dan juga merawat seluruh tubuhnya. Sekarang, kebiasaan lelaki Roma ini diwarisi oleh apa yang disebut sebagai Pria Metroseksual.

Sedangkan perempuan Roma, juga sangat memelihara tubuhnya dan sisi sensualitasnya. Mereka akan sangat bangga jika dikejar-kejar banyak pria. Bahkan bukan rahasia lagi jika perempuan Roma saat itu belomba-lomba untuk dijadikan “piala bergilir” para lelaki Roma. Tanggal 14 Februari selalu ditunggu-tunggu oleh mereka untuk memuaskan hasrat rendahnya dengan menggelar pesta syahwat di seluruh kota. Inilah yang sekarang dirayakan banyak orang sebagai Hari Valentine, yang sesungguhnya berasal dari Hari Perayaan Perzinahan.

Keyakinan inti pagan Roma itu berasal dari dua sumber, yakni tradisi Osirian Mesir kuno dan ilmu-ilmu sihir Babylonia. Keduanya bergabung dan sekarang dikenal sebagai Kabbalah. Mereka memiliki hari-hari istimewa yang dirayakan setiap tahun, termasuk tanggal 25 Desember yang dirayakan sebagai Hari Kelahiran anak Dewa Matahari atau Sol Invictus. Sebagian ahli menganggap istilah “Anak Dewa Matahari” itu dinisbatkan pula kepada Namrudz, Raja Babylonia, yang mengejar-ngejar Nabi Ibrahim a.s.

Mereka percaya, anak Dewa Matahari ini lahir di hari Minggu. Sebab itu mereka menamakan hari Mingu sebagai Sun Day, Hari Matahari. Mereka juga beribadat di hari tersebut. Semua ini diadopsi kekristenan sampai sekarang.

Hari Natal memiliki arti sebagai Hari Kelahiran. Hanya Gereja Barat yang merayakan Natal pada tanggal 25 Desember, sedangkan Gereja Timur tidak mengakui Natal pada 25 Desember tersebut. Lucunya, di tahun 1994, Paus Yohanes Paulus II sendiri telah mengumumkan kepada umatnya jika Yesus sebenarnya tidak dilahirkan pada 25 Desember. Tanggal itu dipilih karena merupakan perayaan tengah-musim dingin kaum pagan. Saat itu umat Katolik gempar, padahal banyak sejarawan telah menyatakan jika 25 Desember tersebut sebenarnya merupakan tanggal kelahiran banyak dewa pagan seperti Osiris, Attis, Tammuz, Adonis, Dionisius, dan lain-lain.

Kisah yang sesungguhnya tentang hari Natal bisa kita cari di internet, antaa lain tulisan yang dibuat oleh Pastor Herbert W. Amstrong, sejarawan Kristen yang menentang banyak hal tentang Natal pada tanggal 25 Desember. Yang banyak orang tidak mengetahui, keseluruhan dasar bangunan kekristenan sekarang ini sesungguhnya dibangun atas kerangka dasar ritus pembaharuan Osirian di Mesir kuno. Beberapa di antaranya adalah:

Pertama, Yesus dianggap anak Allah, ini sama dengan keyakinan kultus Dionisius yang sudah ada berabad sebelum Yesus lahir.

Kedua, Yesus dilahirkan di kandang, ini sama seperti kisah Horus yang lahir di kuil-kandang Dewi Isis.

Ketiga, Yesus mengubah air menjadi anggur dalam perkawinan di Qana, ini sama seperti apa yang dilakukan Dionisius.

Keempat, Yesus membangkitkan orang dari kematian dan menyembuhkan si buta, ini sama seperti Dewa Aesculapius;

Kelima, Yesus diyakini bangkit dari kematian di makam batu, sama seperti Mithra.

Keenam, Yesus mengadakan perjamuan terakhir dengan roti dan anggur di mana sampai sekarang ritual ini masih tetap berjalan di gereja-gereja, padahal ritual roti dan anggur merupakan simbolisasi penting dalam tradisi Osirian, dan juga hampir semua ritual pagan yang memuja Dewa Yang Mati seperti halnya pemuja Dionisius dan Tammuz;

Ketujuh, Yesus menyebut dirinya penggembala yang baik, ini meniru peran Tammuz, yang berabad sebelumnya telah dikenal sebagai Dewa Penggembala;

Kedelapan, Istilah ‘The Christ’ pada awal kekristenan tertulis ‘Christos’, sering tertukar dengan kata lain dalam bahasa Yunani, Chrestos, yang berarti baik hati atau lembut. Sejumlah manuskrip Injil berbahasa Yunani dari masa awal malah menggunakan kata Chrestos di tempat yang seharusnya ditulis dengan Christos. Orang-orang di masa itu sudah lazim mengenal Chrestos sebagai salah satu julukan Isis. Sebuah inskripsi di Delos bertuliskan Chreste Isis.

Kesembilan, dalam Injil Yohanes 12: 24, Yesus mengatakan, “Seandainya biji gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika dia mati ia akan menghasilkan banyak buah”. Perumpamaan dan konsep ini jelas berasal dari konsep ritual Osirian;

Kesepuluh, dalam Injil Yohanes 14:2 Yesus mengatakan, “Di rumah bapakku banyak tempat tinggal.” Ini benar-benar berasal dari Osiris dan dicopy-paste dari Book of the Dead, Kitab Orang Mati Mesir Kuno yang dipercaya disimpan di kota kematian, Hamunaptra. Ini baru sebagian contoh.

Simbol Salib yang dipergunakan oleh kekristenan dahulu hingga sekarang (juga Katolik) jelas-jelas merupakan simbol Osirian kuno. Bahkan Kristen Koptik di Mesir mengambil simbol Ankh, salib Osiris dalam bentuk asli, sebagai simbol gerakannya. Masih banyak lagi kesamaan konsep kekristenan dengan agama-agama pagan Mesir Kuno, seperti dalam kebangkitan Yesus dari kematiannya, sosok Maria Magdalena dan perannya bersama Yesus, ritus pembaptisan oleh Yohanes, dan sebagainya.

Nah, sekarang merupakan fakta jika dunia kekristenan telah menghegemoni kebudayaan dunia, termasuk di Indonesia, diakui atau tidak. Sesungguhnya, yang menghegemoni dunia saat ini adalah kebudayaan yang berangkat dari keyakinan Kabbalah.

(sumber : eramuslim.com)