Jumat, 22 Juli 2011

Surat Untuk Negeri Para Anbiya’


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, teriring salam dari qalbu yang tulus untukmu, wahai negeri para Anbiya’.

Wahai negeri Anbiya’, bagamaimana kabarmu? Semoga selalu diberkahi dan dirahmati oleh Allah swt, meski engkau masih dalam keadaan terluka. Tanahmu sebagian besar telah diambil oleh manusia – manusia yang sudah dilaknat Allah swt, yang tersisa hanya sedikit tanah untuk tinggal para mujahidmu. Yang diambil adalah tanah yang subur, sedangkan yang tersisa sedikit adalah lingkungan yang kumuh.

Al Aqsha, bagaimana kabarmu? Semoga engkau tetap kokoh berdiri dibumimu, bumi para Anbiya’. Orang – orang yang tidak peduli padamu, tidak mendengar tangisanmu. Orang – orang yang tidak peduli padamu, tidak tahu sama sekali mengenai kondisimu yang hampir rapuh karena penggalian terowongan pondasi yang dibangun para manusia laknat dan orang – orang yang tidak peduli padamu hanya diam saja tanpa berbuat apa pun untukmu. Tunggu pertolongan Allah atas ikhtiar kami dan para mujahidmu, yang senantiasa membelamu dari penistaan tangan – tangan hina. Jangan menangis lagi, wahai Al Aqsha. Kami yakin sekali, suatu hari nanti kami bisa menunaikan shalat di sana.

Tunggulah intifadha yang ketiga kalinya di bumimu, wahai bumi Anbiya’. Batu – batu terlontar dari tangan – tangan kecil, dari para mujahid dan mujahidah untuk kembali merebut tanahmu yang telah direbut itu. Para manusia laknat itu akan ketakutan dengan batu – batu yang terlontar diiringi pekikan takbir, bahkan dengan mengendarai tank yang berlapis baja mereka tidak berani menghadapi.

Wahai Gaza, bagaimana kabarmu? Apakah engkau masih terisolir oleh para manusia laknat? Sudah berapa lama engkau terisolir? Sampai – sampai rakyatmu harus kelaparan. Kalau pun ada, harganya sangat mahal. Aku jadi teringat bagaimana perjanjian pemboikotan tertulis yang dilakukan Quraisyh terhadap Rasulullah saw, para sahabat dan keluarganya. Akan tetapi pertolongan Allah datang dengan mengirim sejenis anai – anai untuk menggerogoti perjanjian tertulis itu. Bersabarlah wahai Gaza, Allah akan mengirimkan pertolongannya kepadamu seperti halnya pertolongan Allah kepada Rasulullah saw.

Saat aku masih merasakan makanan enak, aku selalu terbayang bagaimana kondisi orang – orang yang tinggal di tanahmu, wahai Gaza. Sesuap saja sulit sekali untuk mendapatkannya, begitu pula dengan air, untuk mendapatkan seteguk saja juga sangat sulit. Itu semua untuk bertahan hidup di tanah yang terisolir.  Sedangkan aku yang masih enak menikmati makan, tetap saja kurang bersyukur, sampai – sampai makanan yang aku makan harus dibuang. Maafkan aku ya Allah, maafkan aku wahai Gaza yang telah berbuat mubazir atas semua nikmat Allah yang dilimpahkan kepadaku. Aku tak akan mengulanginya lagi

Untukmu wahai saudara – saudara seislam di negeri Anbiya’, bagaimana kabar kalian? Aku yakin, ketakwaan masih menyelimuti kalian dan senantiasa mengobarkan semangat jihad di negeri kalian. Kalian tidak pernah mengeluh atas penderitaan dan penindasan, bahkan kalian bertambah kokoh dengan apa yang kalian alami. Kami juga berjuang untuk kalian di sini, kami mendukung kalian dan kemerdekaan tanah kalian. Bumi kalian adalah bumi kami juga, karena nasionalisme tidak hanya batas regional sebuah negara, akan tetapi dimana menggema kalimat laailaahaillah, muhammad rasulullah di situla bumi kami, negara kami.

Terakhir dariku untukmu wahai negeri Anbiya’, tetaplah bersabar dan menguatkan kesabaranmu. Kami dan para mujahidmu senantiasa bersamamu, untuk membelamu ikut serta mengusir para penjajah yang terlaknat itu, meski pun perjuangan kami di sini tidak dengan menghunuskan senjata. Kami senantiasa berdoa untukmu, membantumu semampu yang kami bisa dengan harta kami. Kami sangat mencintaimu wahai negeri Anbiya’, kami juga sangat mencintai wahai Al Aqsha. Tunggu kami, kami akan ke sana untuk mendirikan shalat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar