6. Benito Mussolini
7. Pol Pot
9. Soeharto
Jend. Besar TNI Purn. Haji Moehammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – wafat di Jakarta, 27 Januari 2008 dalam umur 86 tahun[1]) adalah Presiden Indonesia yang kedua, menggantikan Soekarno, dari 1967 sampai 1998. Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa.
Benito
Amilcare Andrea Mussolini (29 Juli 1883 – 28 April 1945) adalah seorang
diktator Italia yang menganut Fasis. Ia adalah diktator Italia pada
periode 1922-1943. Ia dipaksa mundur dari jabatan Perdana Menteri Italia
pada 28 Juli 1943 setelah serangkaian kekalahan Italia di Afrika.
Setelah ditangkap, ia diisolasi. Dua tahun kemudian, ia dieksekusi di
Como, Italia utara. Mussolini mengakhiri sebuah dekade seperti di Jerman
yang dilakukan diktator Adolf Hitler dengan Nazi-nya.
Kehidupan Awal
Mussolini lahir di Predappio, Forlì
(Emilia-Romagna). Ayahnya Alessandro seorang pandai besi dan ibunya Rosa
seorang guru sekolah. Seperti ayahnya, ia menjadi seorang sosialis
berat. Tahun 1902 ia beremigrasi ke Swiss. Karena sulit mencari
pekerjaan tetap, akhirnya ia pindah ke Italia. Pada 1908 ia bergabung
dengan surat kabar Austria di kota Trento.
Keluar dari situ, ia jadi editor sebuah
koran sosialis la Lotta di Class (Pertentangan Kelas). Di sini
antusiasmenya pada Karl Heinrich Marx makin besar. Tahun 1910, ia
menjabat sekretaris partai sosialis tingkat daerah di Forlì dan
kepribadiannya berkembang menjadi antipatriot. Ketika Italia menyatakan
perang dengan Kerajaan Ottoman tahun 1911, ia dipenjara karena
propaganda perdamaiannya. Ini bertentangan dengan kinerjanya kemudian.
Setelah ditunjuk jadi editor koran
sosialis Avanti, ia pindah ke Milan, tempatnya membangun dirinya sebagai
kekuatan berpangaruh atas para pemimpin buruh sosialis Italia. Ia
percaya, para proletar bisa dibuhul dalam gerakan fascio. Agaknya inilah
cikal bakal gerakan fasis, yang lahir di saat perekonomian Italia
memburuk akibat perang, dan pengangguran merebak di mana-mana.
Pada Maret 1919, fasisme menjadi suatu gerakan politik ketika ia
membentuk Kelompok untuk Bertempur yang dikenal sebagai baju hitam,
yakni kumpulan penjahat, kriminal, dan preman yang bertindak sebagai
tukang pukul para cukong. Penampilan mereka seram dan tiap
hari terlibat perkelahian di jalan-jalan.
Setelah gagal pada Pemilu 1919, ia
mengembangkan paham kelompoknya, sehingga mulai mendapat pengaruh.
Mereka, kaum fasis, menolak parlemen dan mengedepankan kekerasan fisik.
Anarki pecah di mana-mana. Pemerintah liberal tak berdaya
menghadapinya. Ia membawa “geng”nya, sejumlah besar kaum fasis
yang bertampang sangar, untuk melakukan Berbaris ke Roma. Melihat
rombongan preman berwajah angker memasuki Roma, Raja Vittorio Emanuele
III menciut jeri. Mussolini diundang ke istana lalu diberi posisi sang
Pemimpin. Pada Oktober 1922, Raja memintanya membentuk pemerintahan
baru. Jadilah Italia dikelola pemerintahan fasis.
Gebrakan pertamanya setelah memegang
kekuasaan, adalah menyerang Ethiopia dengan merujuk pada pandangan rasis
Charles Robert Darwin, “Ethiopia bangsa kelas rendah, karena termasuk
kulit hitam. Jika diperintah oleh ras unggul seperti Italia, itu sudah
merupakan akibat alamiah dari evolusi.” Bahkan ia bersikeras bahwa
bangsa-bangsa berevolusi melalui peperangan. Sehingga jadilah Italia
waktu itu bangsa yang ditakuti sepak terjangnya.
Yang meresahkan, ketika ia menduduki
Abbesinia tahun 1937, kontan dunia tersentak. Teman akrabnya di Eropa
adalah Adolf Hitler, dan mereka membuat aliansi, yang menyeret Italia ke
dalam Perang Dunia II di pihak Jerman pada 1940. Namun, pasukannya
kalah di Yunani dan Afrika, dan Italia sendiri diserbu oleh pasukan
Britania Raya dan Amerika Serikat pada 1943. Pada saat itu
Mussolini telah diturunkan dari takhtanya dan ditahan. Pasukan
payung Jerman membebaskan dan mengembalikannya berkuasa di Italia Utara.
Akhir riwayatnya tiba tak lama kemudian. Ketika akhirnya Italia
dikalahkan, ia ditembak oleh musuh Italianya dan mayatnya digantung
terbalik di Piazza Loreto di Milan.
7. Pol Pot
Saloth
Sar (19 Mei 1925 – 15 April 1998), lebih dikenal sebagai Pol Pot,
adalah pemimpin Khmer Merah dan Perdana Menteri Kamboja dari 1976 hingga
1979. Pemerintahannya banyak disalahkan untuk kematian sekitar dua juta
warga Kamboja, meski perkiraan jumlahnya beragam.
Kamboja Demokratis
Pada awal 1976 pihak Khmer Merah menahan
Sihanouk dalam tahanan rumah. Pemerintah yang ada saat itu segera
diganti dan Pangeran Sihanouk dilepas dari jabatannya sebagai kepala
negara. Kamboja menjadi sebuah republik komunis dengan nama “Kamboja
Demokratis” (Democratic Kampuchea) dan Khieu Samphan menjadi presiden
pertama. Pada 13 Mei 1976 Pol Pot dilantik sebagai Perdana Menteri
Kamboja dan mulai menerapkan perubahan sosialis terhadap negara
tersebut. Pengeboman yang dilakukan pihak Amerika Serikat telah
mengakibatkan wilayah pedesaan ditinggalkan dan kota-kota sesak diisi
rakyat (Populasi Phnom Penh bertambah sekitar 1 juta jiwa dibandingkan
dengan sebelum 1976).
Saat Khmer Merah mendapatkan kekuasaan,
mereka mengevakuasi rakyat dari perkotaan ke pedesaan di mana mereka
dipaksa hidup dalam ladang-ladang yang ditinggali bersama. Rezim
Pol Pot sangat kritis terhadap oposisi maupun kritik politik; ribuan
politikus dan pejabat dibunuh, dan Phnom Penh pun ikut berubah menjadi
kota hantu yang penduduknya banyak yang meninggal akibat kelaparan,
penyakit atau eksekusi. Ranjau-ranjau darat (oleh Pol Pot mereka disebut
sebagai “tentara yang sempurna”) disebarkan secara luas ke seluruh
wilayah pedesaan.
Pada akhir 1978, Vietnam menginvasi
Kamboja. Pasukan Kamboja dikalahkan dengan mudah, dan Pol Pot lari
ke perbatasan Thailand. Pada Januari 1979, Vietnam membentuk pemerintah
boneka di bawah Heng Samrin, yang terdiri dari anggota Khmer Merah yang
sebelumnya melarikan diri ke Vietnam untuk menghindari pembasmian yang
terjadi sebelumnya pada 1954. Banyak anggota Khmer Merah di Kamboja
sebelah timur yang pindah ke pihak Vietnam karena takut dituduh
berkolaborasi. Pol Pot berhasil mempertahankan jumlah pengikut yang
cukup untuk tetap bertempur di wilayah-wilayah yang kecil di sebelah
barat Kamboja. Pada saat itu, Tiongkok, yang sebelumnya mendukung Pol
Pot, menyerang, dan menyebabkan Perang Tiongkok-Vietnam yang tidak
berlangsung lama. Pol Pot, musuh Uni Sovyet, juga memperoleh dukungan
dari Thailand dan Amerika Serikat. Amerika Serikat dan Tiongkok
memveto alokasi perwakilan Kamboja di Sidang Umum PBB yang berasal dari
pemerintahan Heng Samrin. Amerika Serikat secara langsung dan
tidak langsung mendukung Pol Pot dengan menyalurkan bantuan dana yang
dikumpulkan untuk Khmer Merah.
Jumlah korban jiwa dari perang saudara,
konsolidasi kekuasaan Pol Pot dan invasi Vietnam masih dipertentangkan.
Sumber-sumber yang dapat dipercaya dari pihak Barat [1] menyebut angka
1,6 juta jiwa, sedangkan sebuah sumber yang spesifik, seperti jumlah
tiga juta korban jiwa antara 1975 dan 1979, diberikan oleh rezim Phnom
Penh yang didukung Vietnam, PRK. Bapa Ponchaud memberikan perkiraan
sebesar 2,3 juta—meski jumlah ini termasuk ratusan ribu korban sebelum
pengambil alihan yang dilakukan Partai Komunis. Amnesty International
menyebut 1,4 juta; sedangkan Departemen Negara Amerika Serikat, 1,2
juta. Khieu Samphan dan Pol Pot sendiri, masing-masing menyebut 1 juta
dan 800.000.
Pasca pemerintahan Partai Komunis
Pol Pot mundur dari jabatannya pada
1985, namun bertahan sebagai pemimpin de facto Partai Komunis dan
kekuatan yang dominan di dalamnya. Pada 1989, Vietnam mundur dari
Kamboja. Pol Pot menolak proses perdamaian, dan tetap berperang melawan
pemerintah koalisi yang baru. Khmer Merah bertahan melawan pasukan
pemerintah hingga 1996, saat banyak pasukannya yang telah kehilangan
moral mulai meninggalkannya. Beberapa pejabat Khmer Merah yang penting
juga berpindah pihak.
Pol Pot memerintahkan eksekusi terhadap
rekan dekatnya Son Sen dan sebelas anggota keluarganya pada 10 Juni 1997
karena mencoba mengadakan persetujuan dengan pemerintah (kabar tentang
ini tidak diketahui di luar Kamboja selama tiga hari). Pol Pot lalu
melarikan diri namun berhasil ditangkap Kepala Militer Khmer Merah, Ta
Mok dan dijadikan tahanan rumah seumur hidup. Pada April 1998, Ta
Mok lari ke daerah hutan sambil membawa Pol Pot setelah sebuah serangan
pemerintah yang baru. Beberapa hari kemudian, pada 15 April 1998,
Pol Pot meninggal – kabarnya akibat serangan jantung. Jasadnya
kemudian dibakar di wilayah pedesaan, disaksikan oleh beberapa anggota
eks-Khmer Merah.
8. Augusto Pinochet
Augusto
José Ramón Pinochet Ugarte (Valparaíso, 25 November 1915–Providencia,
10 Desember 2006) adalah seorang jenderal dan diktator Chili. Ia adalah
kepala junta militer yang berkuasa di Chili pada periode 1973 – 1990. Ia
meraih kekuasaan dengan cara kudeta sesaat setelah pemilu demokratis
yang memilih Presiden Salvador Allende yang sosialis. Ia tampil sebagai
presiden Republik pada 1974 – 1990 (dari 1981 hingga terbentuknya sebuah
Konstitusi 1980) yang baru. Sekitar 3.000 orang Chili terbunuh
selama masa pemerintahannya. Pinochet memperkenalkan banyak kebijakan
pasar bebas neoliberal.
Melalui Operasi Jakarta, presiden
Amerika Serikat, Richard Nixon menggunakan CIA untuk membantu junta
militer Chili dalam mengkudeta Presiden Salvador Allende dan menaikan
Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Chile, Augusto Pinochet Agurte.
Sejak 1974-1990, tidak kurang dari 2025 kasus pelanggaran HAM
dilakukan oleh rezim Pinochet melalui dinas rahasianya DINA (semacam
Kopkamtib-nya Chile) telah terjadi. 1068 berupa kasus pembunuhan dan 957
kasus orang hilang. Kudeta yang dilakukan Pinochet terhadap
Allende, bila dicermati amat mirip dengan yang diduga dilakukan Soeharto
terhadap Soekarno yaitu setidaknya antara lain pada:
* Beredarnya dokumen yang meresahkan
tentang perencanaan pembunuhan beberapa jenderal dan komandan-komandan
militer. Hal itu selain terjadi di Chile (dokumen rencana ‘Z’) juga
Indonesia (Beredarnya daftar pejabat AD yang akan dibunuh dikalangan
tokoh-tokoh buruh, politisi dan elit militer Chili).
* Disebarnya isu yang menimbulkan
keresahan dan ketidakstabilan poltitik dalam negeri. Di Chile masyarakat
terutama serikat buruh militan dan jenderal-jenderal konservatif
mendapat kiriman kartu-kartu kecil di mana tercetak kata-kata “Jakarta
Se Acerca” (Jakarta Sudah Mendekat).
* Diduga sangat kuat kedua kudeta tersebut sama-sama di dukung CIA.
Pada 1990 ia kehilangan kekuasaan, namun
ia menjadikan dirinya senator seumur hidup, untuk mencegah agar ia tak
ditangkap. Ia dipaksa meninggalkan kedudukan senator pada 2002,
namun sekali lagi ia tak ditangkap, saat itu dikatakan ia menderita
dementia. Pada Mei 2004 hakim berkata itu tidak benar. Pada 13 Desember
ia ditempatkan dalam tahanan rumah. Ia meninggal dunia pada 10
Desember 2006 seminggu setelah terkena serangan jantung.
Jend. Besar TNI Purn. Haji Moehammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – wafat di Jakarta, 27 Januari 2008 dalam umur 86 tahun[1]) adalah Presiden Indonesia yang kedua, menggantikan Soekarno, dari 1967 sampai 1998. Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa.
Soeharto kemudian mengambil alih
kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia
dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan
1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan
diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan
Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia
merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden.
Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.
Naik ke kekuasaan
Pada pagi hari 1 Oktober 1965, beberapa
pasukan pengawal Kepresidenan, Tjakrabirawa di bawah Letnan Kolonel
Untung Syamsuri bersama pasukan lain menculik dan membunuh enam orang
jendral. Pada peristiwa itu Jendral A.H. Nasution yang menjabat sebagai
Menteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata
berhasil lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target
dari percobaan kudeta adalah Mayor Jendral Soeharto, meski menjadi
sebuah pertanyaan apakah Soeharto ini terlibat atau tidak dalam
peristiwa yang dikenal sebagai G-30-S itu. Beberapa sumber mengatakan,
Pasukan Tjakrabirawa yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba
menghentikan kudeta militer yang didukung oleh CIA yang direncanakan
untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada “Hari ABRI”, 5
Oktober 1965 oleh badan militer yang lebih dikenal sebagai Dewan
Jenderal.
Peristiwa ini segera ditanggapi oleh
Mayjen Soeharto untuk segera mengamankan Jakarta, menurut versi resmi
sejarah pada masa Orde Baru, terutama setelah mendapatkan kabar bahwa
Letjen Ahmad Yani, Menteri / Panglima Angkatan Darat tidak diketahui
keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di
Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir,
maka Panglima Kostrad yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat
dengan turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11
Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan
mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang
Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah menteri yang diduga terlibat
G-30-S (Gerakan 30 September).
Tindakan ini menurut pengamat
internasional dikatakan sebagai langkah menyingkirkan Angkatan
Bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis yang justru
dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia di mana jajaran
pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara Omar Dhani
yang dinilai pro Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno
untuk menyerahkan kekuasaan eksekutif. Tindakan pembersihan dari
unsur-unsur komunis (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota
Partai Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis
sekitar 500 ribu “tersangka komunis”, kebanyakan warga sipil, dan
kekerasan terhadap minoritas Tionghoa Indonesia. Soeharto dikatakan
menerima dukungan CIA dalam penumpasan komunis.
Diplomat Amerika 25
tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar “operasi
komunis” Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada
militer Indonesia. Been Huang, mantan diplomat bidang politik
kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: “Itu
merupakan suatu pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka
mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak
darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya di mana anda
harus memukul keras pada saat yang tepat.” Howard Fenderspiel, ahli
Indonesia di State Department’s Bureau of Intelligence and Research di
1965: “Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka
dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya.”1 Dia mengakhiri
konfrontasi dengan Malaysia dalam rangka membebaskan sumber daya di
militer.
Jendral Soeharto akhirnya menjabat
sebagai Presiden Republik Indonesia setelah pertanggungjawaban Presiden
Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS pada tahun 1967, kemudian mendirikan
apa yang disebut Orde Baru. Beberapa pengamat politik baik dalam
negeri maupun luar negeri mengatakan bahwa Soeharto membersihkan
parlemen dari komunis, menyingkirkan serikat buruh dan meningkatkan
sensor. Dia juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat
Cina dan menjalin hubungan dengan negara barat dan PBB. Dia menjadi
penentu dalam semua keputusan politik.
Jendral Soeharto dikatakan meningkatkan
dana militer dan mendirikan dua badan intelijen – Komando Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dan Badan Koordinasi Intelijen
Nasional (Bakin). Sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam pembersihan
massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai terlibat
dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut “musuh
negara” dihukum mati (meskipun beberapa hukuman ditunda sampai 1990).
Diduga bahwa daftar tersangka komunis
diberikan ke tangan Soeharto oleh CIA. Sebagai tambahan, CIA melacak
nama dalam daftar ini ketika rezim Soeharto mulai mencari mereka.
Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari Pemerintah Amerika Serikat
untuk rezim Soeharto tetap diam sampai invasi Timor Timur, dan terus
berlangsung sampai akhir 1990-an. Karena kekayaan sumber daya alamnya
dan populasi konsumen yang besar, Indonesia dihargai sebagai rekan
dagang Amerika Serikat dan begitu juga pengiriman senjata tetap
dipertahankan ke rezim Soeharto. Ketika Soeharto mengumjungi Washington
pada 1995 pejabat administratif Clinton dikutip di New York Times
mengatakan bahwa Soeharto adalah “orang seperti kita” atau “orang
golongan kita”.
Pada 12 Maret 1967 Soeharto diangkat
sebagai Pejabat Presiden Indonesia oleh MPR Sementara. Setahun kemudian,
pada 27 Maret 1968 dia resmi diangkat sebagai Presiden untuk masa
jabatan lima tahun yang pertama. Dia secara langsung menunjuk 20%
anggota MPR. Partai Golkar menjadi partai favorit dan satu-satunya yang
diterima oleh pejabat pemerintah. Indonesia juga menjadi salah satu
pendiri ASEAN.
Ekonomi Indonesia benar-benar amburadul
di pertengahan 1960-an. Soeharto pun kemudian meminta nasehat dari tim
ekonom hasil didikan Barat yang banyak dikenal sebagai “mafia Berkeley”.
Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini adalah mengendalikan
inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta
mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan
mereka tidak bisa dipungkiri. Peran Sudjono Humardani sebagai asisten
finansial besar artinya dalam pencapaian ini. Di bidang sosial politik,
Soeharto menyerahkannya kepada Ali Murtopo sebagai asisten untuk
masalah-masalah politik. Menghilangkan oposisi dengan melemahkan
kekuatan partai politik dilakukan melalui fusi dalam sistem kepartaian.
Puncak Orde Baru
Pada masa pemerintahannya, Presiden
Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan
pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang
sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat
sosialis. Teknokrat-teknokrat yang umumnya berpendidikan barat
dan liberal (Amerika Serikat) diangkat adalah lulusan Berkeley sehingga
mereka lebih dikenal di dalam klik ekonomi sebagai Mafia Berkeley di
kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Pada masanya,
Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara-negara
donor (negara-negara maju) yang tergabung dalan IGGI yang diseponsori
oleh pemerintah Belanda. Namun pada tahun 1992, IGGI dihentikan oleh
pemerintah Indonesia karena dianggap turut campur dalam urusan dalam
negeri Indonesia, khususnya dalam kasus Timor Timur pasca Insiden Dili.
Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga donor CGI yang disponsori
Perancis. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga
internasional lainnya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF, UNESCO dan
WHO. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam
sistem trickle down effect (menetes ke bawah) yang mementingkan
pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta
buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN)
pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor
Internasional terutama paska Krisis 1997. Dalam bidang ekonomi
juga, tercatat Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun 1984.
Namun prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan pada tahun-tahun
berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap sangat
signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam negara yang
mendekati negara-negara Industri Baru bersama dengan Malaysia, Filipina
dan Thailand, selain Singapura, Taiwan dan Korea Selatan.
Di bidang politik, Presiden Soeharto
melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal
tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan
Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya
menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari
politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang
berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya
pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal
Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam
perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik di mana
muncullah istilah “mayoritas tunggal” di mana GOLKAR dijadikan partai
utama dan mengebirikan dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan
PEMILU. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem
pada masa itu.
Seiring dengan naiknya taraf pendidikan
pada masa pemerintahannya karena pertumbuhan ekonomi, muncullah berbagai
kritik dan ketidakpuasan atas ketimpangan ketimpangan dalam
pembangunan. Kesenjangan ekonomi, sosial dan politik memunculkan
kalangan yang tidak puas dan menuntut perbaikan. Kemudian pada masa
pemerintahannya, tercatat muncul peristiwa kekerasan di masyarakat yang
umumnya sarat kepentingan politik, selain memang karena ketidakpuasan
dari masyarakat.
Beberapa catatan atas tindakan represif Orde Baru
Presiden Soeharto dinilai memulai
penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang penggunaan tulisan Tionghoa
tertulis di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa
karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Walaupun begitu,
Soeharto terlibat persahabatan yang akrab dengan Lee Kuan Yew yang
pernah manjadi Perdana Menteri Singapura yang beretnis Tionghoa.
Pada 1970 Soeharto melarang protes
pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah
komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya
dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi
sebuah endemik. Dia memerintah melalui kontrol militer dan
penyensoran media. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi
mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya.
Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu
sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian
mendukung unsur Islam.
Pada 1973 dia memenangkan jangka
lima-tahun berikutnya melalui pemilihan “electoral college”. dan juga
terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Soeharto
mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh
mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar. Oleh
karena itu semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi
Partai Persatuan Pembangunan, sementara partai-partai non-Islam
(Katholik dan Protestan) serta partai-partai nasionalis digabungkan
menjadi Partai Demokrasi Indonesia.
Pada 1975, dengan persetujuan bahkan
permintaan Amerika Serikat dan Australia, ia memerintahkan pasukan
Indonesia untuk memasuki bekas koloni Portugal Timor Timur setelah
Portugal mundur dan gerakan Fretilin memegang kuasa yang menimbulkan
kekacauan di masyarakat Timor Timur Sendiri, serta kekhawatiran Amerika
Serikat atas tidakan Fretilin yang menurutnya mengundang campur tangan
Uni Sovyet. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia
meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia. Pada 15 Juli
1976 Timor Timur menjadi provinsi Timor Timur sampai wilayah tersebut
dialihkan ke administrasi PBB pada 1999.
Korupsi menjadi beban
berat pada 1980-an. Pada 5 Mei 1980 sebuah kelompok yang kemudian lebih
dikenal dengan nama Petisi 50 menuntut kebebasan politik yang lebih
besar. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik,
dan mahasiswa. Media Indonesia menekan beritanya dan pemerintah mecekal
penandatangannya. Setelah pada 1984 kelompok ini menuduh bahwa Soeharto
menciptakan negara satu partai, beberapa pemimpinnya dipenjarakan.
Catatan hak asasi manusia Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke
tahun. Pada 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan
keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di
Indonesia dan di Timor Timur. Presiden AS Bill Clinton mendukungnya.
Pada 1996 Soeharto berusaha
menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi
Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni,
pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah
pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada tanggal
27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang dikenal sebagai “Peristiwa
Kudatuli” (Kerusuhan Dua Tujuh Juli).
Soeharto turun takhta
Pada 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai
30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama
bertahun-tahun. Krisis finansial Asia di tahun yang sama
tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia
dipaksa untuk meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh
dan mendetail dari IMF.
Mekipun sempat menyatakan untuk tidak
dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998-2003, terutama
pada acara Golongan Karya, Soeharto tetap memastikan ia terpilih kembali
oleh parlemen untuk ketujuh kalinya di Maret 1998. Setelah beberapa
demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak
pada pendudukan gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri
pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya
ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil
Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie. Dalam pemerintahannya yang
berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan
kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah
satu faktor berakhirnya era Soeharto.
Kasus dugaan korupsi
Soeharto memiliki dan mengetuai tujuh
buah yayasan, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar,
Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti
(Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong
Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para
pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan
Dana Mandiri.
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan
Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi
hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan
dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan
Agung, sejak tahun 1999. Menurut Transparency International,
Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin
dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar dolar AS. selama
32 tahun masa pemerintahannya.
Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan
peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh
mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat
Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden
Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan
Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan
kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke
persidangan. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
pada 11 Mei 2006, namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni 2006.
10 George Walker Bush
George
Walker Bush (lahir di New Haven, Connecticut, 6 Juli 1946; umur 62
tahun) adalah Presiden Amerika Serikat ke-43 yang saat ini sedang
menjabat. Ia dilantik 20 Januari 2001 setelah terpilih lewat pemilu
presiden tahun 2000 dan terpilih kembali pada pemilu presiden tahun
2004. Jabatan kepresidenan kedua kalinya akan berakhir pada 20
Januari 2009. Sebelumnya, ia adalah Gubernur Texas ke-46 (1995-2000).
Jabatan ini ditinggalkan sesaat setelah dirinya terpilih sebagai
presiden.
Dalam sejarahnya, Keluarga Bush adalah
bagian dari Partai Republik dan politik Amerika. Bush adalah anak tertua
mantan Presiden Amerika Serikat George H. W. Bush. Ibunya adalah
Barbara Bush. Kakeknya, Prescott Bush adalah mantan Senator Amerika
Serikat dari Connecticut. Sedang, adiknya, Jeb Bush adalah mantan
Gubernur Florida. Menyusul Serangan 11 September 2001, Bush mengumumkan
Perang melawan terorisme secara menyeluruh. Sepanjang Oktober 2001, dia
memerintahkan invasi ke Afganistan untuk melumpuhkan kekuatan Taliban
dan al-Qaeda. Pada Maret 2003, Bush memerintahkan penyeranganan ke
Irak dengan alasan bahwa Irak telah melanggar Resolusi PBB no. 1441
mengenai senjata pemusnah massal dan karenanya harus dilucuti dengan
kekerasan. Setelah digulingkannya rezim Saddam Hussein, Bush
bertekad memimpin Amerika Serikat untuk menegakkan demokrasi di
Timur tengah, yang dimulai dengan Afganistan dan Irak. Namun
hingga kini situasi di Irak semakin tidak stabil karena pertikaian yang
berkepanjangan antara kelompok Sunni, yang di masa Saddam Hussein
praktis berkuasa atas kelompok mayoritas Syi’ah, yang kini ganti
berkuasa.
Bush pertama-tama dipilih pada tahun
2000, dan menjadi presiden keempat dalam sejarah AS yang dipilih tanpa
memenangkan suara rakyat setelah 1824, 1876, dan 1888. Bush yang
menggambarkan dirinya sebagai “presiden perang”, terpilih kembali pada
2004 setelah kampanye pemilihan yang sengit dan panas. Dalam
kampanye ini, keputusannya untuk mengadakan Perang melawan Terorisme dan
Perang Irak dijadikan isu sentral. Bush menjadi kandidat pertama
yang memperoleh kemenangan mayoritas suara rakyat sejak ayahnya menang
16 tahun sebelumnya. Dalam tiga pemilihan umum sebelumnya,
penampilan kandidat partai ketiga yang hebat telah menghalangi pemenang
suara rakyat, Gore dan Clinton, untuk memperoleh suara mayoritas rakyat.
Presiden AS
Bush merupakan orang kedua menjadi
presiden yang mengikuti jejak ayahnya George H. W. Bush, Presiden
Amerika Serikat yang ke-41, setelah John Adams, Presiden kedua, dan John
Quincy Adams, yang keenam, merupakan bapak dan anak. Terdapat juga
pasangan kakek dan cucu, William Henry Harrison dan Benjamin Harrison.
Masa jabatan pertama
Masa jabatannya sebagai presiden
didominasi “perang melawan terorisme”, yang mencuat setelah terjadinya
Peristiwa 9/11 (serangan terhadap WTC). Serangan tersebut dijadikannya
alasan untuk memerintahkan invasi terhadap Afganistan pada tahun 2001
untuk membebaskan Afganistan dari rezim Taliban dan Irak pada tahun 2003
untuk menjatuhkan pemerintah Saddam Hussein. Bush menyatakan kemenangan
Amerika Serikat dalam invasi Irak pada 1 Mei 2003, namun hingga kini
(Agustus 2006) konflik di Irak masih belum berakhir akibat
serangan-serangan dari para pemberontak.
Masa jabatan kedua
Meskipun banyak pihak yang menentang
kedua peristiwa tersebut (khususnya dari luar Amerika Serikat), ia
memenangkan Pemilu Presiden Amerika 2004 dengan selisih 3% dengan
saingan utamanya John Kerry. Masa jabatan keduanya masih dipenuhi
masalah di Irak, karena korban dari pasukan Amerika Serikat terus
berjatuhan, mencapai lebih dari 2.500 orang hingga 3 Agustus 2006.
Peristiwa penting lain pada masa jabatan
kedua ini adalah Badai Katrina pada Agustus 2005. Bush dianggap lambat
dalam menangani peristiwa ini, yang memakan korban ribuan jiwa.
Kejadian ini juga memperlihatkan jurang ekonomi yang jelas antara
kaum kulit putih dan kulit hitam di Amerika. Dalam acara penandatanganan
peraturan bioetik alternatif yang dihadiri 18 keluarga dengan 20-an
batita yang lahir dari embrio sumbangan sisa dari prosedur fertilisasi
in vitro, untuk pertama kalinya ia menggunakan hak vetonya untuk
menghalangi RUU bagi pengembangan riset sel induk embrionik. Pada saat
ini jabatan Kepala Staf Gedung Putih dipegang oleh Joshua B. Bolten dan
Wakil Kepala Stafnya dijabat oleh Karl Rove.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar